Penjelajah Waktu
Sejak saat itu aku merasa ragu terhadap diriku, aku
merasa kecil, aku merasa ada sesuatu yang melingkupiku. Aku juga tidak tahu –
menahu tentang diriku. Aku merasa ada yang berteriak kepadaku, atau jangan –
jangan aku yang berteriak terhadap dunia luar. Semua begitu ramai dalam
benakku, tidak ada yang ingin diam maupun mengalah. Semua berebut ingin di
dengar, dan pada gilirannya kemudian aku bertanya:
“Sebenarnya
aku siapa dan terbuat dari apa? Siapa yang menciptakanku? Siapa pula yang
menciptakan dunia? Apakah aku hidup atau mati? Apakah aku sadar bahwa aku hidup
atau mati? Apakah aku harus tahu bahwa aku hidup atau mati? Apa sebenarnya
hakikat hidup?”
Semakin aku mencegah maka ia semakin berteriak. Ia
terus bertanya tanpa henti tentang apa yang tidak ia ketahui, tentang segala
keraguan sebab ia merasa kecil dan hina. Kemudian, dengan apa aku menjawab
kesangsian tak berujung ini?
Aku kembali melakukan perjalanan, kini ku lihat orang
– orang berkerumun. Aku bertanya kepada salah satu di antara mereka:
“Apakah
ada kekuatan yang lebih besar dari kekuatan alam? Apakah ada makhluk – mahkluk
penjaga siang dan malam? Apakah ada tuntunan yang mengajarkan bahwa aku harus
tahu tentang ini dan itu? Apakah ada sosok yang mampu menjelaskan padaku
tentang kesangsianku? Apakah sosok itu juga akan mampu menjelaskan tentang awal
dan akhir dari dunia? Apakah mungkin ada tempat lain selain dunia yang ku
pijak?”
Aku kembali melakukan perjalanan. Di setiap perjalanan
aku merasa semakin banyak bertanya. Aku tidak merasa semakin tahu, aku justru
merasa semakin bodoh dan semakin gila. Aku gila bertanya, seperti orang – orang
pernah menyebutku dengan sebutan itu: “Gila!!!”, sambil
berteriak. Aku kini terbahak. Memang aku gila. Aku orang gila yang banyak
bertanya.
0 komentar