Penjelajah Waktu

by - Desember 10, 2015



Hari ini aku membuka mata, menatap dunia. Kesangsian terhadap segala yang terlihat membuat jiwa ragaku tak tenang. Aku mondar – mandir berusaha menemukan jawabannya. Aku berlari keluar ke alam bebas, yang ku temukan langit – langit berwarna cerah. Aku berlari lagi ke ujung yang lain, yang ku temukan adalah kerlap – kerlip lampu dunia dalam gelap. Aku berlari ke ujung yang lain, tapi salah, sebab tidak pernah ada ujung yang kutemui. Segala usaha yang kukerahkan untuk berlari terhenti tatkala aku tahu bahwa yang aku pijak ini tak berujung. Aku akan kembali lagi ke tempatku, sejauh kuasaku berlari dan berharap.
Sejak saat itu aku merasa ragu terhadap diriku, aku merasa kecil, aku merasa ada sesuatu yang melingkupiku. Aku juga tidak tahu – menahu tentang diriku. Aku merasa ada yang berteriak kepadaku, atau jangan – jangan aku yang berteriak terhadap dunia luar. Semua begitu ramai dalam benakku, tidak ada yang ingin diam maupun mengalah. Semua berebut ingin di dengar, dan pada gilirannya kemudian aku bertanya:
“Sebenarnya aku siapa dan terbuat dari apa? Siapa yang menciptakanku? Siapa pula yang menciptakan dunia? Apakah aku hidup atau mati? Apakah aku sadar bahwa aku hidup atau mati? Apakah aku harus tahu bahwa aku hidup atau mati? Apa sebenarnya hakikat hidup?”
Semakin aku mencegah maka ia semakin berteriak. Ia terus bertanya tanpa henti tentang apa yang tidak ia ketahui, tentang segala keraguan sebab ia merasa kecil dan hina. Kemudian, dengan apa aku menjawab kesangsian tak berujung ini?
Aku kembali melakukan perjalanan, kini ku lihat orang – orang berkerumun. Aku bertanya kepada salah satu di antara mereka:
“Apakah ada kekuatan yang lebih besar dari kekuatan alam? Apakah ada makhluk – mahkluk penjaga siang dan malam? Apakah ada tuntunan yang mengajarkan bahwa aku harus tahu tentang ini dan itu? Apakah ada sosok yang mampu menjelaskan padaku tentang kesangsianku? Apakah sosok itu juga akan mampu menjelaskan tentang awal dan akhir dari dunia? Apakah mungkin ada tempat lain selain dunia yang ku pijak?”
Aku kembali melakukan perjalanan. Di setiap perjalanan aku merasa semakin banyak bertanya. Aku tidak merasa semakin tahu, aku justru merasa semakin bodoh dan semakin gila. Aku gila bertanya, seperti orang – orang pernah menyebutku dengan sebutan itu: “Gila!!!”, sambil berteriak. Aku kini terbahak. Memang aku gila. Aku orang gila yang banyak bertanya.

You May Also Like

0 komentar