2017 IS COMING, THEN?

by - Januari 01, 2017


Bagi sebagian besar orang, malam tahun baru adalah sesuatu yang harus dirayakan. Biasanya perayaan tersebut identik dengan petasan dan terompet yang bunyinya memekakkan telinga. Ugh! Inilah yang saya rasakan tadi malam (re: 31 Desember 2016), telinga saya pekak dengan bunyi-bunyian terompet yang suaranya menyerupai klakson truk gandeng. Semalam jantung saya juga beberapa kali mau copot mendengar bunyi petasan yang suaranya lebih mirip seperti seperti bom. And i’m just like...ini lama-lama kayak di Suriah,ya? Orang-orang menyambut tahun baru dengan bangga dan suka cita, sementara saya hanya berdiam di rumah. Apa karena jomblo tidak ada yang mengajak saya untuk pergi merayakannya? Sebenarnya banyak tawaran tahun baruan di luar rumah, tapi saya sengaja memilih untuk stay at home menemani ibu terkasih. #surgaditelapakkakiibu #yeah.

Entah kenapa antusias saya begitu rendah untuk turut serta melakukan selebrasi macam demikian. For me myself, i don’t like to stay in the crowd, like what people do. Saya tidak suka berada lama-lama dalam keramaian hanya untuk berkumpul menantikan detik-detik menuju 00:00. Kemudian membunyikan terompet sekeras-kerasnya, menyalakan petasan sebanyak-banyaknya. Kalau sudah demikian, what’s next? Apa itu lantas membuat 2017 kita akan lebih baik? Nggak mesti, kan? Yang pasti adalah buang-buang uang dan.... it such a wasting time, isn’t it?

Mungkin banyak yang tidak setuju dan tetap bersikukuh bahwa perayaan tahun baru adalah annual ritus yang sayang sekali jika ditinggalkan. Tentu saja saya setuju jika ngana sekalian bisa memberi minimal 3 saja manfaat positif dari ritual tersebut. I try a lot to find what’s the matter of that celebration but i got nothing but the trait of being hedon a.k.a bermegah-megahan. Tentu saja saya sebelumnya mengikuti tradisi hingga suatu waktu saya dipertemukan dengan Q.S At-Takasur, surat ke 102 dalam Al-Qur’an. Salah satu ayat favorit saya adalah ayat 8 yang intinya adalah: setiap orang yang bermegah-megahan di dunia wajib untuk mempertanggungjawabkan semua perbuatan mereka nanti. Bagi yang masa bodo dengan kitab yang satu ini, saya tidak memaksa Anda untuk tiba-tiba jadi relijius. Saya ndak maksa loh ya, saya cuma mau sharing ayat favorit saya. Ngehehe.

Pun, yang menjadi salah satu alasan mengapa saya tidak sebegitu antusias dengan perayaan demikian adalah karena keluarga saya hampir-hampir tidak punya kebiasaan untuk melakukan hal demikian. Percayalah bahwa keluarga saya lebih senang untuk berbincang santai di rumah daripada menghambakan diri pada kemacetan jalan saat malam tahun baru. Dan menurut saya itu adalah kultur yang luar biasa. Di saat anak-anak lain dibesarkan dengan kultur merajuk-rajuk ke ayah dan ibu mereka untuk liburan tahun baru, saya justru dibesarkan dalam keluarga yang anti tesis terhadap kultur tersebut. Satu-satunya ritual tahun baru yang selalu kami lakukan adalah naik ke lantai dua (balkon) dan melihat mercon-mercon berkeliaran di langit sambil berseloroh, “bakar aja terus uangmu, haha”. (Sarkas amat dah). Selepas kebisingan itu berakhir, kami kembali turun dan melanjutkan perbincangan, atau kalau tidak kami langsung menuju kamar masing-masing untuk tidur. Begitu, ya memang begitu. Pokoknya, hampir tidak ada pesta-pesta di rumah saya.

Ulang tahun pun juga demikian. Tidak ada kue ulang tahun, lilin, dan balon-balon gemuk yang ditempelkan di dinding. Tidak seperti keluarga lain yang kalau nggak ada pesta berarti mama nggak sayang sama aku wkwkwk, di keluarga saya ketika ada yang berulang tahun cukup saling mendoakan saja satu sama lain. Ulang tahun tidak dimaknai sebagai perayaan megah dan wajib, itu semua tak lebih dari sekedar mengingat bahwa pada hari ini saya dilahirkan dan diberkahi, lalu seiring dengan bertambahnya usia, saya harus tumbuh menjadi orang yang bermanfaat untuk orang lain. Udah, beres. Tidak ada kue-kue mahal dan lilin sebagai simbolisasinya. Alasannya sederhana, sebab itu semua cuma buang-buang duit, mending ditabung uangnya nak, bulan ini sudah servis motor belum?. Selalu dan selalu, ibu saya mengarahkan kepada hal-hal yang lebih prioritas.

Sementara saya sendiri mengetahui bahwa perayaan tiup lilin adalah ritual orang-orang Pagan yang jahil, dimana mereka meniup lilin sebagai wujud rasa terima kasih atas musim dingin yang masih membiarkan mereka untuk hidup di saat teman-teman lainnya mati karena kedinginan. Saya hanya tidak ingin menyerupai mereka, itu saja. Kalau ada yang masih keukeuh mau tiup lilin ya ngga apa-apa, asal lilinnya dipake tahun depannya lagi biar nggak numpuk jadi sampah, ya?

Mari move on dari ritual-ritual tersebut dan membahas mengenai rencana 2017 yang baru saja kita injak garis start-nya hari ini. Membahas mengenai resolusi 2017, tentu ini sangat berhubungan dengan kebutuhan masing-masing orang. Ada yang ingin lebih gemuk, misalnya. Di sisi lain ada yang ingin berat badannya turun drastis. Nah, bagaimana dengan resolusi kalian? Apakah melanjutkan resolusi 2016, atau membuat terobosan baru? It’s all up to you. Kalau saya sih kombinasi, sebagian meneruskan resolusi yang belum terlaksana dan sebagian lagi membuat terobosan baru.

Tidak afdhol rasnya kalau membahasa resolusi tanpa membahasa terlebih dahulu mengenai pencapaian di tahun 2016. Tidak banyak pencapaian saya yang berarti di tahun 2016, tapi saya akan tetap saling berbagi. Tahun 2016 adalah tahun teraktif bagi saya ikut di suatu organisasi, mulai dari organisasi di dalam kampus, di luar kampus, sampai membuat organisasi sendiri. Selain itu saya juga mulai rajin mengisi blog dengan berbagai macam konten, mulai dari yang berfaedah sampai yang tidak layak baca. Selain menulis, di tahun 2016 saya senang belajar bahasa, mulai dari bahasa Inggris, Deutsch, French, hingga Hangul (Korea). Jangan berpikir bahwa saya menyewa guru dengan bayaran yang mahal dari suatu institusi, saya cuma belajar lewat Youtube. Itu pun dengan kuota 4G gratis. *nyengir*.

Satu lagi pencapaian saya di tahun ini yang patut disyukuri adalah kuat dalam menjalani hubungan LDR, saya diberikan hidayah untuk kembali belajar tentang agama, tentunya dengan pendasaran yang logis. Subhanallah ya ukhti. #eakkk. Tidak mudah rek ternyata belajar agama di zaman akhir seperti ini, banyaaaak banget godaannya mulai dari rasa malas dan tugas-tugas yang semua minta diprioritaskan secara bebarengan. Tapi tetap harus belajar ngaji, agar kehidupan spiritual dan kehidupan duniawi tidak bertepuk sebelah tangan kayak cintaku ke Joongki oppa.

Sementara untuk tahun 2017 banyaaaak sekali yang ingin saya lakukan. Di antaranya adalah ingin semakin rajin menulis dan membaca, juga meningkatkan kemampuan speaking English dan MC-ing (banyak yang bilang kalau saya punya bakat ngoceh di atas rata-rata), lebih banyak ikut lomba untuk menambah pengalaman, ingin ke luar negeri juga dan masih banyaaaaak lagi keinginan di tahun 2017 (yang sejauh ini masih rencana). Tapi sekali-kali manusia berencana, tetaplah Dia yang menentukan, bukan? Akhir kata, semoga semua keinginan bisa tercapai di tahun 2017 tanpa meninggalkan esensi dari prosesnya.

Itu resolusiku. Apa resolusimu?

You May Also Like

0 komentar